Ayotau, Palu – Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Muharram Nurdin menemukan sejumlah persoalan pada infrastruktur pertanian, khususnya di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi. Persoalan itu terungkap saat Muharram Nurdin melaksanakan reses di empat desa di dua kabupaten itu.
Dalam reses yang dilaksanakan 21-25 Juli 2021, masing di desa persiapan pemekaran yaitu Desa Tulo dan Tulo Rarantea Kabupaten Sigi, permintaan masyarakat didominasi sektor pengairan untuk pertanian.
“Di mana sebelumnya, desa ini mengandalkan pengairan dari Sungai Gumbasa, namun saat ini bendungan tersebut sedang dalam tahap perbaikan sehingga masyarakat masih kesulitan memperoleh sumber air,” ujar Muharram, Senin (26/07).
Selain itu, lanjut dia, tokoh-tokoh masyarakat sendiri juga mendesak agar desa persiapan yang ada saat ini segera menjadi definitif, karena sejauh ini sudah mendapatkan rekomendasi dan nomor register dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dan sudah melalui paripurna di DPRD.
“Tinggal diresmikan menjadi desa definitif. Selain itu ada juga usulan terkait akses atau jalan ke kantong-kantong produksi atau usaha tani,” katanya.
Masih di wilayah Sigi, Ketua DPD PDI-Perjuangan Sulteng ini kembali melakukan reses di Desa Bobo, Kecamatan Dolo Barat. Di desa ini masyarakat meminta bantuan pertanian dan perikanan, seperti pakan untuk dikelola oleh kelompok.
“Yang aneh yang saya temukan di dua desa ini, masyarakat beli sayurnya dari Palu. Sementara para ibu kebanyakan memelihara bunga di pekarangan rumah. Makanya saya sarankan untuk mengganti tanaman dengan sayur-sayuran, sehingga pemerintah juga harus memfasilitasi dan memberikan support,” katanya.
Selanjutnya, di Kabupaten Donggala, Muharram memulai reses di Desa Sioyong, Kecamatan Dampelas. Di desa ini ditemukan masalah abrasi pantai, di mana ada sebagian rumah masyarakat yang dapurnya sudah terkikis air laut. Olehnya mereka meminta bantuan untuk dibuatkan tanggul pemecah ombak.
“Yang paling parah lagi ada pasar tapi tidak bisa berfungsi karena dibangun di lahan yang tidak tepat, lahannya becek. Sehingga masyarakat meminta penanganan lebih lanjut, karena sebelumnya kan hanya dibangun bangunan pasar saja tanpa disertai sarana pendukung misalnya pembuatan jalan dan drainase,” ujarnya.
Masyarakat setempat juga meminta fasilitas penjemuran gabah dan hand tractors untuk mengelola area persawahan seluas kurang lebih 700 hektar di desa tersebut.
Selanjutnya di Desa Sibayu, Kecamatan Balaesang. Di desa ini juga ada persoalan di mana sawah masyarakat masih mengandalkan tadah hujan, belum ada irigasi.
“Sehingga kalau musim kemarau hasilnya tidak maksimal. Mereka meminta dibangunkan irigasi,” tambahnya.
Dari berbagai persoalan yang ditemui, kata dia, ternyata problem utamanya adalah infrstruktur pertanian yang mesti digenjot ke depan, mulai dari irigasi dan alat pertanian.
“Ini harus menjadi perhatian serius dan saya akan sampaikan melalui rapat paripurna bahwa ini kita harus membangun infrastruktur pertanian kalau kita menginginkan masyarakat kita sejahtera,” tandasnya.(*)