Mutmainah Korona Gagas Program Pemanenan Air Hujan untuk Atasi Krisis Air Bersih

AyoTau, Palu – Anggota DPRD Kota Palu dari Partai NasDem, Mutmainah Korona, menggagas program inovatif pemanfaatan dan pengelolaan air hujan sebagai sumber air bersih alternatif di sejumlah wilayah Palu Utara dan Tawaeli.

Inisiatif ini hadir sebagai solusi atas krisis air bersih, persoalan kesehatan masyarakat, serta dampak perubahan iklim yang mulai dirasakan di Kota Palu.

“Hampir seluruh kehidupan kita bergantung pada air tanah, padahal debitnya terus menurun. Sementara di sekeliling kita, ekspansi perusahaan tambang terus meningkat,” ujar Mutmainnah, Senin 13 Oktober 2025.

Menurutnya, air hujan yang selama ini dianggap sebagai penyebab banjir justru memiliki potensi besar untuk diolah menjadi sumber air bersih jika dikelola dengan benar.

Mutmainnah mengaku terinspirasi dari kunjungannya ke Sleman, Yogyakarta, di mana ia bertemu komunitas Banyu Bening, pelopor gerakan pemanenan air hujan di Indonesia.

“Saya belajar bagaimana air hujan bisa dipanen, disuling, bahkan dijadikan air kesehatan. Mereka menyebutnya lumbung air hujan. Kita sering bicara tentang swasembada pangan, tapi seharusnya juga mulai bicara tentang swasembada air,” jelasnya.

Dalam program ini, air hujan akan diolah melalui penyaringan awal (islah) untuk menghilangkan debu dan kotoran, sebelum masuk ke tahap elektrolisa, proses yang memisahkan unsur asam dan basa, meningkatkan pH air hingga di atas 10, serta memperkecil molekul air agar mudah diserap tubuh.

“Air hasil elektrolisa ini diklaim baik untuk kesehatan. Ada banyak testimoni dari penderita kanker dan gagal ginjal yang merasakan manfaatnya,” ujar Mutmainnah.

Namun, ia menegaskan bahwa fokus utama program ini adalah ketahanan air masyarakat, bukan semata manfaat kesehatan. “Kalau setiap rumah bisa menampung air hujan, maka saat hujan deras kita tidak lagi khawatir banjir,” tambahnya.

Untuk tahap awal, fasilitas pengelolaan air hujan akan dibangun di tiga titik komunitas, yakni:

  • Pantoloan Boya, wilayah dengan tingkat kemiskinan dan stunting yang cukup tinggi,

  • Lambara, sebagai pusat kegiatan warga di Teras Bermakna, dan

  • Mamboro, kawasan yang kerap menghadapi masalah air payau.

Ketiga lokasi tersebut akan menjadi pilot project sebelum program diterapkan lebih luas. Selain pembangunan fasilitas, Mutmainnah juga menggagas pendirian Sekolah Air Hujan sebagai pusat edukasi warga untuk membuat sistem pemanenan air hujan secara swadaya.

“Pembuatan instalasinya murah, cukup dengan tandon, pipa, dan alat elektrolisa. Nanti warga akan diajarkan langsung bagaimana cara memasangnya,” jelasnya.

Mutmainnah menambahkan, program ini mendapat dukungan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Palu dan komunitas Banyu Bening Indonesia. Dalam waktu dekat, pihaknya bersama Dinas PU akan menggelar rapat teknis dan pelatihan daring bersama tim Banyu Bening untuk menyiapkan proses pemasangan di lapangan.

“Insya Allah Oktober–November ini kita mulai pasang di tiga titik. Kalau semua berjalan lancar, pertengahan November sudah bisa launching,” ungkapnya optimistis.

“Secara pribadi, saya juga sudah menerapkannya di rumah. Sebagai basis rumah tangga, saya harus memberi contoh dalam mengorganisir tetangga,” tutup Mutmainnah. (win)