PT Vale Sosialisasi Eksplorasi Blok Tanamalia bersama Masyarakat Loeha Raya

Ayotau, Luwu Timur- Tim Indonesia Growth Project (IGP) Tanamalia PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) menggelar Sosialisasi Kegiatan Eksplorasi Pertambangan dan Posisi Hukum Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sosialisasi berlangsung di Aula Kantor Camat Towuti, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Kamis (7/9/2023).

Sosialisasi ini dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulawesi Selatan yang diwakili Kepala Bidang Penataan dan Perlindungan Hutan (PPH), Perwakilan dari BPN Lutim, Perwakilan dari Kapolres Lutim, Perwakilan dari Kodim 1403 Mayor Bachtiar, Kadis Tenaga Kerja Lutim, Perwakilan KesBangPol Lutim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lutim Andi Makkaraka, Camat Towuti Sainal, Kepala Desa se-Loeha Raya, tokoh masyarakat, dan pemuda. Kepala Desa se-Loeha Raya berasal dari Desa Loeha, Ranteangin, Tokalimbo, Bantilang, dan Masiku.

Sosialisasi tentang posisi hukum disampaikan oleh Kepala Bidang Penataan dan Perlindungan Hutan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan, Muhammad Junan.
Dia menjelaskan dasar-dasar hukum termasuk izin dari Kementrian ESDM dan Kementrian LIngkungan Hidup dan Kehutanan terkait aktivitas eksplorasi oleh PT Vale di Kawasan Hutan Lindung Tanamalia.

Junan mengatakan, kewenangan untuk melakukan eksplorasi di kawasan hutan di Tanamalia diberikan kepada PT Vale melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK850MenLHK/Setjen/PLA.0/10/2021. SK tersebut memuat hak dan kewajiban PT Vale dalam mengelola kawasan hutan seluas 17.239,28 hektar (Ha).

“Dengan SK tersebut, ada sembilan poin kewajiban yang harus dipatuhi PT Vale. Kondisi saat ini, didapati ada 2 juta tiang tanaman merica di dalam areal kawasan tersebut dengan luas 800 Ha. Kondisi ini menghambat aktivitas eksplorasi oleh pihak PT Vale dalam memenuhi sembilan poin kewajiban tersebut termasuk Pembayaran atas PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan DR (Dana Reboisasi) yg telah dirambah oleh Oknum Masyarakat,” katanya.

Dia mengungkapkan, kondisi tersebut juga melanggar Pasal 92 ayat 2 UU No. 6 Tahun 2023, yang mana pelakunya dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. “Karena itu, sosialisasi ini penting untuk memberikan pemahaman, termasuk sanksi yang akan dihadapi oleh para pelanggar,” ungkap Junan.

Menurutnya, PT Vale telah mematuhi perundang-undangan yang berlaku.Untuk itu, pihaknya berharap, sosialisasi ini bisa memberikan solusi untuk penyelesaian masalah yang terjadi saat ini. “Dan semua unsur bisa mendapatkan asas manfaat dengan melihat kondisi hukum yang ada,” ujarnya.
Kepala Desa Loeha, Hamka Tandioga turut memberi masukan agar sosialisasi ini dilakukan di Desa Loeha. Sebab, 80 persen lahan eksplorasi yang ditanami merica itu berada di sana. “Agar sosialisasinya tepat sasaran. Itu juga harapan dari Aliansi Petani Lada Loeha Raya yang tidak sempat hadir,” tuturnya.

Meski kesempatan sosialisasi ini tidak dilakukan tepat di desanya, Hamka menilai, sosialiasi dapat memberikan pemahaman terkait aspek hukum yang belum begitu dalam diketahui masyarakat. “Kami (aparatur desa) akan membantu menyosialisasikan ini ke masyarakat. Tetapi PT Vale juga harus memperhatikan persoalan lahan merica milik warga itu,” ujarnya.

Sementara, Director External Relations PT Vale Endra Kusuma mengatakan, sosialisasi serupa terus dilakukan melalui beragam pendekatan. Saat ini, kata dia, Tim IGP Tanamalia sedang mengusahakan agar tidak terjadi penambahan perambahan hutan milik perusahaan.

“Perseroan butuh dukungan pemerintah, pihak regulator, dan masyarakat untuk sama-sama mencari solusi atas persoalan tersebut. Sejak November 2022 kami intens melakukan sosialisasi dan edukasi di dua desa terdampak langsung aktivitas eksplorasi, yakni Desa Loeha, dan Rante Angin,” ungkapnya.

Untuk menegaskan kehadiran PT Vale di lahan IPPKH, Tim IGP Tanamalia telah melakukan berbagai upaya mulai dari memasang papan bicara agar perambahan hutan disetop dan membangun beberapa pos pengamanan terpadu.

“Kami juga memantau aktivitas pembukaan lahan lewat citra udara, melakukan Safari Jumat sebagai sosialisasi, dan meneken kerjasama atau MoU dengan Aparat Penegak Hukum,” tambahnya.

Tak hanya itu saja, perseroan telah membangun infrastruktur perdesaan, seperti jembatan, peningkatan jalan, dan melaksanakan program pemberdayaan untuk masyarakat. “Kami juga tengah menyusun peta jalan atau roadmap untuk mencari solusi perambahan hutan yang terjadi, tanpa menghilangkan pendapatan ekonomi masyarakat,” jelas Endra Kusuma.

Menurut dia, saat ini data internal PT Vale menunjukan telah ada 2500 hektar lahan yang dibuka tanpa izin. Lahan itu umumnya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan lada oleh masyarakat.

“Namun, kami mendapati ada juga orang luar yang melakukan bukaan lahan. Nah, ini yang kami sosialisasikan dan peringatkan kepada masyarakat, karena ini berpotensi menyebabkan konflik horizontal,” tuturnya.

Endra berharap dengan pertemuan ini pemerintah desa bisa memberitahu masyarakat dan memperingatkan agar jangan ada lagi upaya pembukaan lahan baru di sana. Disisi lain, terkait aktivitas eksplorasi Tim IGP Tanamalia masih dalam tahap drilling atau pengeboran untuk mendata besaran sumber daya mineral di area tersebut. Proses ini ditargetkan dapat selesai hingga 2027.

“Jadi kami belum menambang, seperti isu yang berkembang di masyarakat saat ini karena untuk melakukan proses penambangan PT Vale harus merujuk pada Permen ESDM 1827 terkait Kaidah Penambangan yang Baik (Good Mining Practice). Saat ini kami melakukan pengeboran untuk memastikan kualitas ore. Jarak pengeboran interval 100 meter,” ungkapnya.

Terkait aspirasi masyarakat, Endra menyatakan, selama ini pihaknya telah melaporkan temuan bukaan lahan tanpa izin kepada penegak hukum. “Karena PT Vale itu tidak punya kewenangan menindak. Kami hanya bisa memberitahu dan menyosialisasikan. Harapannya, tentu dengan sosialisasi ini bisa menghasilkan pemahaman bersama,” paparnya.

Dia menambahkan, dari sisi serapan tenaga kerja, PT Vale sangat berkomitmen mengedepankan pekerja pada area operasional yang terdampak. Dimana saat ini terdapat 300 pekerja lokal di Tanamalia, 70 persen di antaranya berasal dari lima desa se-Loeha Raya. (**)

Komentar