PT Vale Angkat Peran Strategis Mineral Kritis: “Bukan Sekadar Produksi, tapi Standar Dunia”

AYOTAU, JAKARTA- Indonesia kembali menjadi pusat perhatian dunia dalam gelaran Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di Jakarta. Dalam sesi dialog bertajuk “Indonesia at the Epicenter of Critical Minerals: Nickel, Copper, and the Global Energy Transition”, PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam transisi energi berkelanjutan berbasis mineral kritis.

Diskusi berdurasi 90 menit ini mempertemukan para pemimpin dari berbagai sektor pemerintah, industri, dan lembaga keberlanjutan internasional. Mereka membahas bagaimana Indonesia dapat menyeimbangkan kekayaan sumber daya alam dengan tanggung jawab terhadap lingkungan, inklusi sosial, dan ketahanan ekonomi jangka panjang.

Sesi yang dimoderatori oleh Ashwin Balasubramanian (Partner, McKinsey & Company) itu menghadirkan panelis ternama:

Bernardus Irmanto, Presiden Direktur & CEO PT Vale Indonesia.

Dr. Ing. Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM.

David Wei, General Manager Huayou Indonesia.

Tom Malik, Head of Corporate Communications PT Merdeka Copper Gold Tbk.

Rebecca Burton, Deputy Director, Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).

Permintaan global terhadap nikel dan tembaga, dua mineral penting bagi kendaraan listrik dan energi terbarukan, diproyeksikan meningkat dua hingga tiga kali lipat pada tahun 2040. Hal ini menempatkan Indonesia dengan cadangan nikel terbesar di dunia dan industri tembaga yang berkembang di posisi strategis dalam transformasi energi global.

“Mineral kritis merupakan fondasi dari transisi energi dunia, dan Indonesia berada di pusatnya,” ujar Bernardus Irmanto, CEO PT Vale Indonesia. Misi kami bukan hanya memenuhi permintaan global, tetapi melakukannya secara bertanggung jawab  dengan keberlanjutan, transparansi, dan pemberdayaan masyarakat sebagai landasan utama kontribusi Indonesia menuju masa depan net-zero,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Ing. Tri Winarno menegaskan arah kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam strategi hilirisasi dan dekarbonisasi nasional.

“Komitmen Indonesia terhadap pengelolaan mineral yang bertanggung jawab sangat jelas,” ujarnya. Kata dia, Pertumbuhan industri harus berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan. Melalui inovasi, kolaborasi, dan kepatuhan terhadap standar internasional, Indonesia akan terus memperkuat kepemimpinannya dalam transisi energi global.

Sementara itu, David Wei dari Huayou Indonesia menyoroti pentingnya kemitraan industri yang berkelanjutan.

“Keberlanjutan bukan lagi pilihan, tapi tolok ukur kredibilitas global. Kolaborasi kami dengan PT Vale menjadi contoh nyata bagaimana rantai pasok mineral dapat dibangun dengan tanggung jawab, rendah karbon, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama,”katanya.

Dari sektor tembaga, Tom Malik menekankan komitmen PT Merdeka Copper Gold dalam memastikan ekspansi industri sejalan dengan prinsip ESG.

“Kami beroperasi di garis depan sektor tembaga Indonesia — komoditas penting untuk elektrifikasi dunia. Fokus kami ada pada pengelolaan air, perlindungan keanekaragaman hayati, dan keterlibatan masyarakat. Pertumbuhan yang beretika akan memperkuat reputasi Indonesia sebagai pemasok mineral kritis yang bertanggung jawab,” tuturnya.

Sementara itu, Rebecca Burton dari IRMA memberikan apresiasi terhadap langkah pionir PT Vale Indonesia sebagai salah satu perusahaan pertama di Indonesia yang menjalani sertifikasi IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance) standar global untuk praktik pertambangan berkelanjutan.

“Kepemimpinan Indonesia dalam mineral kritis adalah peluang untuk membuktikan bahwa pertumbuhan dan tanggung jawab bisa berjalan bersama,” ujar Burton.

Kerangka IRMA memastikan bahwa nikel dan tembaga Indonesia diakui secara global sebagai hasil tambang yang transparan, etis, dan menghormati manusia serta alam.

Sesi IISF 2025 ini ditutup dengan penegasan bahwa keberhasilan Indonesia dalam sektor mineral tidak hanya diukur dari volume produksi, melainkan dari standar dan nilai keberlanjutan yang diterapkan.

“Potensi sejati Indonesia bukan hanya pada skala, tapi pada standar. Kami berkomitmen memastikan setiap ton nikel yang ditambang membawa manfaat bagi dunia menuju masa depan yang lebih bersih, adil, dan berkelanjutan,” pungkas Bernardus Irmanto. (**)