Industri Kelapa Terancam Kesediaan Bahan Baku

AyoTau, Palu – Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menggelar pertemuan dengan pedagang dan eksportir kelapa serta arang asal India. Pertemuan ini menyoroti permasalahan industri kelapa yang tengah menjadi isu nasional, termasuk krisis stok bahan baku, regulasi ekspor, serta dampaknya terhadap perekonomian lokal.

Direktur HPM, Kassa A. Karman, mengungkapkan bahwa minimnya pasokan kelapa telah mempersulit operasional pabrik dalam mendapatkan bahan baku. Selain itu, harga karbon aktif yang dikendalikan oleh India turut memperburuk situasi.

“Jika tidak ada intervensi kebijakan dari pemerintah, keberlanjutan investasi di sektor ini akan terancam,” tegasnya.

Dampak dari krisis ini sudah dirasakan secara langsung oleh para pelaku industri di Sulawesi Tengah. Sekretaris Eksekutif PT Sambo, Yanti, mengungkapkan bahwa perusahaannya terpaksa memulangkan 3.000 karyawan akibat keterbatasan bahan baku. “Kami butuh solusi jangka panjang agar industri kelapa tetap bisa berjalan dan memberikan manfaat bagi perekonomian lokal,” ujarnya.

Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Yus Mangun, menyoroti pentingnya revisi kebijakan terkait pajak kopra dan regulasi ekspor kelapa. Ia menegaskan bahwa langkah strategis harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari industri, pedagang, hingga pemerintah daerah, untuk mencari solusi komprehensif.

Sulawesi Tengah sendiri dikenal sebagai salah satu penghasil kelapa terbaik di Indonesia, terutama dari daerah Banggai dan Buol. Namun, potensi besar ini masih terkendala kebijakan yang kurang mendukung hilirisasi industri kelapa.

“Jika hilirisasi diperkuat, maka industri dalam negeri bisa lebih berkembang dan petani tidak lagi bergantung pada pasar ekspor semata,” jelas Yus Mangun.

Sejumlah rekomendasi mengemuka dalam pertemuan ini, antara lain:
Sosialisasi manfaat kopra kepada masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri.
Mendorong BUMD kabupaten agar membeli kelapa langsung dari petani guna menekan ketergantungan pada eksportir.
Menginisiasi gerakan ‘Kopra untuk Indonesia’ sebagai langkah strategis dalam mempertahankan industri pengolahan kelapa nasional.
Studi banding dengan investor global guna mencari peluang kerja sama yang lebih menguntungkan.

Hasil rapat ini akan disampaikan kepada Ketua DPRD dan Gubernur Sulawesi Tengah untuk mendapatkan dukungan dalam merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada keberlanjutan industri kelapa di daerah.

“Kami berharap aturan yang mendukung industri kelapa dapat segera direalisasikan. Ini bukan hanya isu daerah, tetapi juga isu nasional yang menyangkut nasib banyak pekerja dan petani,” pungkas Yanti.(*/win)