BPN Tak Bawa Data, RDP Penyebrangan Lahan Sawit Tak Dapat Titik Temu

AyoTau, Donggala — Komisi I DPRD Kabupaten Donggala menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Donggala pada Kamis 13 Februari 2025. Rapat ini digelar untuk membahas dugaan penyebrangan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh sebuah perusahaan kelapa sawit di Kecamatan Riopakava.

Sayangnya rapat tersebut belum menemukan titik temu. Hal ini disebabkan pihak BPN Donggala tidak membawa data terkait kasus tersebut. Ketua Komisi I DPRD Donggala, Irfan, menjelaskan bahwa BPN Donggala belum memiliki data yang selaras dengan informasi yang dimiliki DPRD.

“BPN Donggala ternyata belum mendapatkan data yang sama dengan kami, sehingga mereka datang tanpa membawa data,” ujar Irfan.

Ia menambahkan bahwa untuk melanjutkan proses ini, DPRD harus mengirimkan surat resmi terlebih dahulu ke Kantor Wilayah BPN. “Kesimpulannya, kami harus menyurat dulu. BPN Donggala tidak mau mengeluarkan data tanpa melalui prosedur. Nantinya, akan ada rapat lanjutan yang menghadirkan perusahaan, warga, dan BPN Donggala,” jelasnya.

Irfan juga menyatakan bahwa waktu rapat lanjutan belum dapat dipastikan. “Kami akan menyurat dulu untuk meminta data. Setelah data siap, baru kami akan mengadakan pertemuan berikutnya. Jika data sudah ada, kami akan mengadakan rapat lanjutan dengan menghadirkan pihak-pihak terkait, seperti perwakilan desa, perusahaan, dan BPN Donggala,” tuturnya.

Kasus ini bermula ketika tiga kepala desa, yaitu Kamsudin (Desa Minti Makmur), Sutiman (Desa Polanto Jaya), dan Sukarjoni (Desa Bukit Indah), mendatangi DPRD Donggala untuk mengadukan masalah lahan warga yang diduga dikuasai oleh perusahaan kelapa sawit.

Irfan menjelaskan bahwa berdasarkan laporan yang diterima, luas HGU perusahaan sawit tersebut bertambah dan memasuki lahan milik warga. “Dalam sertifikat yang mereka bawa, contohnya di Desa Polanto Jaya, tertera 1.300 hektar untuk satu desa administrasi. Namun, setelah dilakukan perhitungan ulang, tersisa 1.090 hektar. Artinya, ada 200 hektar yang dikuasai oleh perusahaan sawit dan masuk ke dalam HGU perusahaan,” paparnya.

Atas dasar ini, para kepala desa meminta DPRD untuk memediasi masalah tersebut dengan BPN Donggala, sebagai instansi yang mengeluarkan sertifikat HGU.

“Mereka meminta dimediasi dengan pihak pertanahan yang mengeluarkan sertifikat. Permintaan ini akan kami lanjutkan ke pimpinan DPRD. Selanjutnya, akan dilakukan RDP dengan pihak pertanahan terkait proses munculnya sertifikat tersebut,” tutup Irfan.

Sementara itu, Kepala BPN Donggala, Rizal, yang ditemui usai rapat, mengatakan bahwa kedatangan BPN Donggala bertujuan untuk memastikan objek yang menjadi persoalan. “Karena objeknya belum jelas, kesimpulannya akan ada rapat lanjutan,” ujarnya. (*/win)