Kuasa PT SPM Tuding Walikota Tidak Paham Aturan

AyoTau, Palu – Menanggapi pemberitaan beberapa media tanggal 8 Februari 2023 tentang penyataan walikota Palu Hadianto Rasiyid “Lahan Huntap Tondo II yang sudah Clear”, kuasa PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo menyampaikan, bahwa pernyataan tersebut merupakan penyataan yang tidak menunjukan sikap sebagai pemimpin yang menjalankan aturan hukum, namun menunjukan sikap otoriter dan arogan sebagai kepala daerah .

“Pernyataan walikota yang menyatakan bahwa masalah tanah huntap telah clear, merupakan upaya pencintraan yang dibangun Hadiyanto seakan-akan sebagai walikota telah mampu menyelesaikan persoalan yang sejati tindakan tersebut akan menimbulkan persoalan hukum belakangan hari,” kata kuasa PT SPM, Syahlan Lamporo, Jumat 10 Februari 2023.

Syahlan menegaskan, masalah lahan huntap sampai saat ini antara pemerintah kota Palu dan pemilik tanah PT SPM dan PT Sinar Waluyo, belum menemukan penyelesaian hukum, dimana lahan seluas 65 hektar tersebut baru 30 hektar yang disumbangkan oleh perusahaan.

Lanjutnya, dari 30 hektar tersebut jika mengacu pada kesepakatan dan berita acara pelepasan hak yang ditandatangani pihak perusahaan dihadapan kepala kantor Pertanahan Provinsi Sulawesi Tengah dan pemerintah provinsi Sulawesi Tengah, 20 hektar tidak sesuai dengan titik lokasi yang diserahkan, sehingga seluas 55 hektar tanah milik PT SPM dan PT Sinar Waluyo di serobot untuk dalil pembangunan Huntap.

“Belum adanya alas hak tanah pembangunan Huntap tersebut sangat merugikan pemerintah dan penyintas nantinya, karena sangat rawan untuk digugat,” tandasnya.

Syahlan mengingatkan, pernyataan Walikota tidak akan memberikan rekomendasi perpanjangan HGB yang sudah berakhir, perlu disadari bahwa Walikota bukanlah seorang raja yang bekerja sekehendak hati, namun iya bekerja berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Syahlan, Walikota perlu memahami hukum pertanahan bahwa pemegang hak telah mengajukan perpanjangan HGB sejak tahun 2017 dan jika mengacu pada pasal 37 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak prioritas yang dikuatkan dengan Yurisprudensi Mahkama Agung nomor 2557 K/Pdt/2016, 603 K/Pdt/2013 dan 475 K/Pdt/20110, sangat jelas bahwa pemegang HGB dilindungi haknya oleh hukum dan undang-undang.

“Bahwa pandangan walikota perpanjangan HGB ada ditangan walikota, merupakan penyataan yang keliru dan tidak mendasar, karena sampai saat ini tidak ada aturan perpanjangan HGB yang ditentukan oleh wali kota palu, baik itu dalam undang-undang UUPA nomor 5 tahun 1960, Undang-undang nomor 20 tahun 1961 maupun peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1996,” tuturnya.

Menyinggung tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pembangunan Huntap, seharus walikota kota Palu mengacu pada undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembagunan untuk kepentingan umum. Dimana dalam pasal 49 Undang-undang nomor 2 tahun 2012 Jo pasal 118 ayat (4) Jo.pasal 18 ayat (2) huruf (f) jo

pasal 24 ayat (2) huruf (a) peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2021 yang dengan intinya mengatur “Bahwa Sertifikat HGB yang telah berakhir jangka waktu haknya, maka tetap harus diberikan ganti kerugian”.

“Kami juga telah menyurati walikota Palu agar menjalankan aturan hukum yang berlaku dalam mengunakan tanah perseroan, jika hal ini tidak di jalankan, maka kami akan melakukan gugatan hukum kepada seluruh pihak yang melakukan kegiatan diatas lokasi tersebut, termaksud Bank Dunia,” tekannya.(*)

Komentar