Komisi IV DPRD Sulteng Bahas Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

AyoTau, Palu Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Rapat Kerja bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Baruga Lantai 3 Gedung B Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Selasa (4/11/2025).

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Hidayat Pakamundi, dan dihadiri oleh sejumlah anggota Komisi IV, yakni Rahmawati M. Nur, Baharuddin Sapii, Abdul Rahman, Winiar Hidayat Lamakarate, dan Awaluddin. Turut hadir pula perwakilan OPD teknis seperti Dinas Kehutanan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Lingkungan Hidup, Biro Hukum Setda Provinsi Sulteng, serta para tenaga ahli DPRD Sulteng.

Rapat kerja tersebut membahas secara rinci pasal demi pasal dalam Ranperda yang akan menjadi dasar hukum pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat di Sulawesi Tengah.

Dalam sambutannya, Hidayat Pakamundi menegaskan bahwa pembentukan Ranperda ini merupakan wujud komitmen nyata pemerintah daerah dan DPRD Sulteng dalam melindungi eksistensi masyarakat adat sebagai bagian integral dari identitas dan kebudayaan daerah.

“Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat posisi masyarakat adat di Provinsi Sulawesi Tengah. Kita menyadari bahwa masyarakat hukum adat memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan, nilai-nilai budaya, serta tatanan sosial yang telah menjadi bagian dari identitas daerah ini sejak lama,” ujar Hidayat Pakamundi.

Ia menambahkan, Komisi IV DPRD Sulteng berkomitmen memastikan setiap pasal dalam Ranperda tersebut berpihak pada perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat, termasuk hak atas tanah, kearifan lokal, dan kelembagaan adat yang masih hidup di tengah masyarakat.

“Kami tidak ingin perda ini hanya menjadi dokumen normatif, tetapi harus dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan. Keterlibatan pemerintah daerah, lembaga adat, dan seluruh pemangku kepentingan sangat penting agar pelaksanaannya sesuai dengan semangat keadilan dan keberlanjutan,” tegasnya.

Hidayat berharap, setelah Ranperda ini disahkan menjadi Perda, masyarakat hukum adat di Sulawesi Tengah akan mendapatkan pengakuan yang sah dari negara, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah tanpa kehilangan jati diri dan hak-hak tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Rapat kerja ini juga menjadi bagian dari proses harmonisasi dan penyempurnaan substansi Ranperda agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta memperhatikan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan adat di kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah.(*)